Mampukah Indonesia Menjadi Negara Maju yang Sering Dibicarakan Capres?

by -108 Views
Mampukah Indonesia Menjadi Negara Maju yang Sering Dibicarakan Capres?

Ekonom senior yang juga merupakan Ketua Tim Asistensi Menko Perekonomian, Raden Pardede mengatakan, tanggung jawab ini harus mereka emban karena batas Indonesia harus bisa keluar dari middle income trap adalah pada 2035-2040. Batas itu didasari atas median usia produktif masyarakat Indonesia yang puncaknya berakhir pada periode tersebut.

“Saya melihat bahwa batas kita keluar dari middle income trap kita itu antara 2035-2040, itu sebabnya kalau Pak Presiden (Joko Widodo) sering katakan bahwa memang the next two term president, yaitu sampai 2034,” kata Raden dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (18/12/2023). Sampai pada periode itu, Raden berujar, pemerintahan mendatang harus bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tak lagi bisa terus menerus stagnan di level 5% seperti delapan kuartal terakhir, karena menandakan aktivitas ekonomi mandek.

“Bertumbuh sekitar 5-6% dan ada stabilitas makro bisa dipertahankan itu tanpa terjadi interuption, jadi tidak pernah terjadi penurunan, artinya 5-6% rata-rata itu mereka inilah, pemimpin inilah, pembuat kebijakan inilah yang bisa membawa kita keluar dari middle income trap tadi,” ujar Raden.

Saat ini, Raden menekankan, peluang besar Indonesia bisa terlepas dari middle income trap masih sangat besar, ditandai dengan struktur demografi masih relatif muda dengan median usia di kisaran 31 tahun, namun bila median usia penduduk di kisaran 40 tahun ke atas maka Indonesia akan terjebak di status negara middle income, dan status negara maju hanya menjadi mimpi belaka.

“Karena batas 2035-2040 adalah batas kita harus keluar dari middle income trap, begitu lewat dari batas itu maka partisipasi dari para pekerja kita akan jauh menurun secara terus menerus sehingga produktivitas menjadi berkurang, sesudah kita mulai menua. Jadi memang tidak panjang lagi,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia menekankan, ke depan kebijakan ekonomi yang ditempuh tak boleh membuat laju pertumbuhan di bawah 5%, dengan cara wajib menjaga inflasi di bawah 3% untuk menekan biaya hidup, defisit transaksi berjalan di bawah 3% dengan melepas ketergantungan investasi portofolio, serta defisit APBN harus terjaga rendah dengan tingkat utang yang aman.

Selain itu, efisiensi birokrasi menjadi penting untuk menekan biaya investasi, serta mendorong produktivitas dengan cara penguasaan teknologi tinggi di tiap-tiap sumber daya manusianya.