Our Mission: Turning Cooperatives into Tools for Equity and Self-Sufficiency

by -66 Views
Our Mission: Turning Cooperatives into Tools for Equity and Self-Sufficiency

Oleh Prabowo Subianto, diambil dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 211-212, edisi sampul lunak keempat.

Koperasi pada dasarnya adalah tentang menyamakan peluang. Mereka ada untuk memberdayakan orang-orang yang berada dalam kekurangan, itulah mengapa revitalisasi mereka dalam ekonomi kita sangat penting.

Namun, ini tidak berarti bahwa kita harus memperkuat koperasi dengan mengorbankan sektor swasta. Jauh dari itu. Doktrin ekonomi kita mendorong persaingan: biarkan sektor swasta, badan usaha milik negara (BUMN), dan koperasi bersaing untuk kemajuan.

Namun, koperasi bertugas untuk mendukung atau memberdayakan mereka yang kurang beruntung. Prinsip ini bukan tentang menciptakan keberlawanan tetapi tentang bergerak maju bersama.

Oleh karena itu, sektor swasta, BUMN, dan koperasi sama-sama memiliki peran dalam mendorong ekonomi negara kita. Masing-masing, dengan kekuatan uniknya, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pendekatan ini telah berhasil diterapkan di negara-negara seperti Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Cina.

Ada waktu ketika koperasi Indonesia menjadi dambaan banyak negara, yang datang untuk belajar dari inisiatif kami seperti BIMAS dan BULOG, serta perjalanan kami menuju swasembada.

Saya sangat yakin bahwa dengan kepemimpinan yang tepat, koperasi di Indonesia dapat berkembang dan menjadi alat yang kuat untuk keadilan.

Ya, akan ada tantangan dan kegagalan.

Sebagai contoh, mari kita bicara tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk diproduksi oleh pabrik-pabrik milik negara, oleh rakyat, bukan? Uang rakyat yang membangun pabrik-pabrik tersebut. Modal kerja adalah uang rakyat. Namun, begitu pupuk diproduksi dan siap untuk didistribusikan, pupuk itu berakhir di tangan distributor swasta. Selama masa Presiden Suharto, era Orde Baru, situasinya tidak seperti ini. Distribusi pupuk ditangani oleh koperasi, koperasi unit desa (KUD).

Karena beberapa melihat koperasi tidak sejalan dengan prinsip pasar bebas, mereka digantikan oleh perusahaan swasta. Dengan privatisasi, distribusi jatuh ke tangan perseroan terbatas (PT), membawa situasi yang sudah terlalu akrab di Indonesia, bukan? Nepotisme menjadi fokus utama.

Oleh karena itu, kita perlu kembali ke landasan, ke prinsip-prinsip yang benar. Ini adalah milik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, didanai oleh anggaran negara – uang rakyat; distribusinya juga harus dilakukan oleh rakyat, melalui koperasi dan pemerintah jika diperlukan.

Selain sebagai alat untuk keadilan, koperasi juga dapat mendorong swasembada kita. Namun, ini memerlukan upaya bersama, pemikiran, dan komitmen serius. Kita tidak boleh menganggap ini sebagai bisnis seperti biasa. Ini bukan tugas biasa. Kita harus mendekatinya sebagai usaha nasional.

Source link