LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

by -85 Views
LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

Ada pepatah yang mengatakan bahwa seorang guru sejati harus bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid-muridnya dan orang-orang di bawah komandonya lebih sukses darinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk membimbing murid-muridnya untuk mencapai potensi penuh dan mencapai pangkat tertinggi demi kepentingan negara dan bangsa.

LEUTNAN JENDERAL TNI (PURN.) KEMAL IDRIS

Saya berusia 17 tahun ketika saya kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah merupakan sosok TNI yang sangat terkenal. Pada waktu itu, ia dikenal sebagai salah satu tokoh kunci rezim Orde Baru di awal pemerintahan Presiden Suharto. Pak Kemal Idris juga merupakan teman dari pamanku, Subianto, yang tewas dalam Pertempuran Lengkong. Ketika saya bertemu dengannya, Pak Kemal Idris berkata kepada saya: ‘Saya adalah sahabat terbaik dari pamanku. Pamanku adalah seorang pria yang sangat berani. Jika pamanku masih hidup sampai sekarang, saya yakin dia akan menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Kamu harus mengikuti jejak pamanku, Subianto. Dia adalah seorang pahlawan.’ Saya mengingat kata-katanya. Setelah saya mengetahui lebih banyak tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, saya mengerti bahwa ia adalah orang yang sangat patriotik, berani, lurus, dan terbuka. Batalyon Pak Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang masuk ke ibu kota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.

Pada tanggal 17 Oktober 1952, Batalyon Kemal Idris terlibat dalam pengepungan Istana. Pak Kemal Idris adalah seorang pria yang berani, sangat pro-rakyat, dan nasionalis teguh. Ia sangat membenci korupsi sampai-sampai ia bahkan dengan berani mengkritik atasannya, sehingga seringkali disebut sebagai “anak nakal”. Namun, para atasannya selalu memaafkannya dan melindunginya karena dia adalah seorang pria yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda.

Kemal Idris bertempur melawan pemberontak selama tahun 1950-an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, ia menjadi rekan dekat Pak Harto di Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) sebagai Wakil Kepala Staf. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan Pak Harto sebagai Pangkostrad. Kualitas Pak Kemal Idris yang saya ingat dan kagumi adalah sikap terbuka, ramah, dan humorisnya. Ia selalu jujur dan selalu berpihak pada orang-orang yang kurang beruntung. Namun, Pak Kemal Idris juga memiliki kekurangan. Ia adalah orang yang emosional dan sering kali membuat keputusan dan kesimpulan dengan tergesa-gesa sebelum benar-benar memahami situasi dengan baik. Terkadang, sifat ini membawanya kepada masalah yang nyata. Selama hidupnya, ia sering memberi saya saran. Setiap kali saya bertemu dengannya, ia selalu membagikan pengalaman dan kebijaksanaannya. Saya mendapatkan banyak wawasan kepemimpinan darinya. Beberapa jam sebelum kematiannya, ADC-nya memberi tahu saya bahwa ia sangat sakit, dan saya mengunjunginya di RS Abdi Waluyo di Menteng, Jakarta. Di ranjang kematiannya, ia bisikkan kepada saya, ‘Prabowo, teruslah berjuang.’ Kata-kata terakhirnya kepada saya, ‘Jaga negara ini, terima kasih.’ Saya memberi hormat kepadanya, dan seketika itu, air mata mulai mengalir dari mata saya. Itu merupakan momen yang sangat memilukan. Pada saat itu, saya sudah tidak lagi menjabat sebagai Pangkostrad. Saya bisa merasakan getaran jiwanya saat ia mengalami momen terakhir hidupnya.

LEUTNAN JENDERAL TNI (PURN.) HARTONO REKSO DHARSONO

Selama Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu orang kepercayaan terbesar Pak Harto. Dia berani mengoreksi Pak Harto, mengkritik, dan mendorong Pak Harto untuk mendemokratisasi Indonesia. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasannya dan rekan-rekannya. Ia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Ia sering mengenakan peci Kujang. Ia muncul sebagai tokoh idola yang heroik. Ia diidolakan oleh para pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda di ibu kota Jakarta. Leutnan Jenderal TNI (Purn.) H. R. Dharsono dikenal oleh orang-orang terdekatnya dengan julukan Pak Ton. Pak Ton dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orangtua saya. Pak Ton juga merupakan sahabat dari pamanku, Pak Subianto, dan ayahku, Pak Soemitro. Ia bertugas sebagai Atase Pertahanan di London. Ia juga memiliki karier gemilang di TNI. Ia merupakan sosok terkemuka di Kodam Siliwangi, yang kemudian dikenal sebagai Divisi Siliwangi.

Dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono menonjol sebagai komandan batalyon. Ketika pemberontakan G30S/PKI terjadi, ia menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Siliwangi. Akhirnya, ia menggantikan Mayor Jenderal Ibrahim Adjie, kemudian menjadi Komandan Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969. Pada waktu itu, ia berhasil memperkuat persatuan antara TNI dan rakyat. Ia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Ia sering mengenakan peci Kujang. Ia diidolakan sebagai tokoh heroik, terutama oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda ibu kota Jakarta.

Selama era Orde Baru, ia adalah salah satu pendukung terkuat Pak Harto. Dia berani mengoreksi Pak Harto, mengkritik Pak Harto, dan mendorong Pak Harto untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasan dan rekan-rekannya. Akibatnya, ia dituduh mendukung tindakan teror dan sempat dipenjarakan untuk sementara waktu. Pada saat itu, saya masih seorang perwira muda. Saya khawatir karena saya tahu bahwa ia difitnah dan direkayasa mungkin oleh kelompok di dalam Angkatan Darat yang tidak menyukainya. Ketika ia berada di penjara, saya masih seorang Letnan Dua. Ketika saya mengikuti kursus dasar khusus perwira di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu dengan keluarganya. Kemudian ketika saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81.

Pada saat itu, saya bertanggung jawab untuk membangun markas Detasemen 81 di Jakarta dan memilih kontraktor dan subkontraktor. Saya mengetahui bahwa sejumlah individu muda dari Bandung mendirikan sebuah perusahaan mebel dan mendaftar sebagai subkontraktor interior untuk markas tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan tersebut. Kemudian saya dimarahi oleh salah satu atasan saya, yang berkata, ‘Di antara mahasiswa ITB yang mendirikan perusahaan…

Source link