BRIGADIER GENERAL TNI (RET.) ALOYSIUS BENEDICTUS MBOI

by -71 Views
BRIGADIER GENERAL TNI (RET.) ALOYSIUS BENEDICTUS MBOI

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan di TNI]

Saya belajar pelajaran hidup penting ketika Pak Ben Mboi berkata, ‘Prabowo jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberitahumu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Tidak akan pernah salah.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai anak buah kita. Lalu kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh-jauh karena akal sehat biasanya berhasil.

Kata-katanya mengingatkan saya pada pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus dapat merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah ide-ide filosofis yang sangat dalam bagiku. Bahkan sekarang, saya masih memegang kutipan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Setelah bertahun-tahun, saya bertemu dengan Dokter Ben Mboi, seperti yang lebih dikenal setelah pensiun sebagai seorang prajurit dan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Di TNI, dia dikenal sebagai seorang dokter militer yang ikut dalam terjun parasut red beret (RPKAD) di Merauke selama kampanye pembebasan Irian Barat. Pada saat itu, komandan perusahaan adalah Kapten Benny Moerdani, yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan dan Panglima TNI (PANGAB) pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah bagian dari perusahaan Pak Benny Moerdani yang terjun di Merauke.

Ketika saya bertemu Pak Ben Mboi, dia berbagi banyak cerita denganku. Di antaranya, dia bercerita tentang saat dia naik pesawat Hercules sebelum terjun parasut ke Irian Barat. Pada saat itu, Panglima Besar Komando Mandala adalah Mayor Jenderal Suharto, dan dia memimpin upacara perpisahan. Operasi Jaya Wijaya memiliki satu tujuan: mengakhiri pendudukan Belanda di Irian Barat. Pak Harto selanjutnya menjadi Jenderal TNI dan akhirnya Presiden Republik Indonesia.

Pada saat itu, Pak Ben Mboi masih seorang Letnan Satu. Dia adalah dokter militer. Dia menceritakan bahwa pasukan yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani melakukan apel bersama di samping transporter Hercules C-130 yang mesinnya sudah dinyalakan. Dengan suara keras mesin Hercules di latar belakang, Pak Harto memberikan pidato yang sangat singkat.

Menurut Pak Ben Mboi, dia mendengar Pak Harto berkata: ‘Kalian akan melaksanakan tugas membebaskan Irian Barat. Kami mengirim dua tim sebelum kalian beberapa hari yang lalu. Namun kami masih kehilangan kontak dengan mereka. Saya harus memberitahumu, peluang kalian kembali hidup hanya 50 persen. Saya akan memberimu tiga menit untuk memikirkannya. Jika kalian ragu, ini saatnya bagi kalian untuk pergi.’

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang melangkah keluar dari barisan. Pak Harto melirik jam tangannya, dan setelah tiga menit, dia memerintahkan pasukan untuk naik pesawat. Pak Ben Mboi kemudian bercanda kepadaku bahwa, mungkin, jika Pak Harto memberi mereka lebih banyak waktu untuk memikirkannya, katakanlah lima menit, banyak dari mereka akan mengubah pikirannya.

Lucu memang, tetapi itu memang tindakan kepahlawanan. Saya berpikir, mungkin Pak Ben Mboi benar, jika diberi lebih banyak waktu, mereka mungkin akan berpikir, ‘Oh tidak, ada 50 persen peluang saya kembali ke keluarga dalam karung mayat.’ Namun mereka tidak ragu-ragu; bahkan tidak ada kecilnya keraguan pun melintas di pikiran mereka. Itulah semangat kepahlawanan yang mendasari psikologi nasional saat itu.

Ada cerita menarik lain yang dibagikannya setelah masa jabatannya sebagai gubernur berakhir. Saat itu, bawahannya dan stafnya mengetahui bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Jadi mereka mulai penggalangan dana dan menerima dukungan dari pemerintah setempat dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah Pak Ben Mboi. Sebenarnya, Indonesia memiliki banyak orang hebat yang mendedikasikan seluruh karir mereka untuk negara dan pensiun tanpa memiliki rumah. Itu berarti bahwa mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi namun tidak dihargai dengan benar. Dan karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama bertahun-tahun, orang-orang ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah setelah pensiunnya komandan mereka.

Saya juga belajar pelajaran hidup penting ketika Pak Ben Mboi memberitahuku, ‘Prabowo, jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberitahumu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Dengan prinsip ini, kamu tidak akan pernah salah.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai anak buah kita. Lalu kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh-jauh karena akal sehat biasanya berhasil. Hal ini mengingatkan saya pada pepatah Jawa, Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso O Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Ini adalah filsafat yang sangat dalam bagiku. Bahkan sekarang, saya masih memegang pesan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Source link