LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -54 Views
LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia memiliki pemimpin yang tangguh, pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani menentang kolonisasi dan dominasi oleh negara-negara lain.
Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan para penjajah kolonial.

Kadang-kadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung melupakan cerita-cerita leluhur kita. Kadang-kadang kita lupa sejarah kita dan mempertanyakan identitas kita sendiri.
Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Dia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Dia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, artinya Ayam Jantan dari Timur.

Sejak kecil, sudah terlihat bahwa dia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain cerdas, dia juga pandai berdagang. Oleh karena itu, dia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Dia sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting dengan harapan dapat mendalami pengetahuan dan seni diplomasi serta perang. Ayahnya beberapa kali mempercayakan padanya menjadi duta untuk mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan Sultan Hasanuddin bisa dilihat dari penolakannya terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menegakkan prinsip-prinsip nenek moyangnya bahwa dia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama masa pemerintahannya, Kesultanan Gowa memegang peran penting dalam aktivitas perdagangan di seluruh Nusantara, khususnya Nusantara timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan maritim. Kesultanan tersebut menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk mengendalikan Kesultanan. Hal ini akhirnya memicu perselisihan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perselisihan ini kemudian memicu perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan perjanjian Bongaya. Namun, perjanjian ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian ini memungkinkan VOC untuk memaksa Gowa-Tallo menerima hak monopoli perdagangan di Nusantara Timur. Semua negara barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan untuk membayar ganti rugi perang.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam beberapa tahun berikutnya, namun tidak ada hasil yang memuaskan dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama keruntuhan Gowa-Tallo adalah perjanjian itu, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link