Presiden AS, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan penerapan tarif “timbal balik” terhadap lebih dari 180 negara dan wilayah sebagai bagian dari kebijakan perdagangan baru yang komprehensif. Pengumuman ini telah menyebabkan reaksi negatif di pasar, dengan saham jatuh dan investor beralih mencari perlindungan pada aset yang dianggap aman. Para analis juga merespon dengan sikap pesimistis, beberapa bahkan khawatir bahwa hal ini bisa meningkatkan risiko resesi bagi AS.
Tai Hui, Kepala Strategi Pasar APAC di J.P. Morgan Asset Management, mengungkapkan keprihatinannya terkait potensi kenaikan tarif rata-rata AS ke level tertinggi yang pernah terjadi sejak awal abad ke-20. Hal ini diperkirakan dapat berdampak besar pada inflasi, karena produsen di AS mungkin kesulitan untuk menanggung biaya tambahan tersebut. Skala tarif yang diberlakukan juga menimbulkan kekhawatiran tentang penurunan pengeluaran konsumen dan penundaan pengeluaran modal oleh bisnis di tengah ketidakpastian yang ada.
Tidak hanya itu, David Rosenberg dari Rosenberg Research juga menilai bahwa tidak akan ada pemenang dalam perang dagang global ini. Ia menjelaskan bahwa bisnis impor lah yang akan membayar tarif, bukan negara pengekspor. Keputusan Trump ini dapat memicu gejolak harga yang signifikan untuk sektor rumah tangga di AS dalam beberapa bulan ke depan.
Shane Oliver, Kepala Strategi Investasi dan Kepala Ekonom AMP, menambahkan bahwa pemberlakuan tarif yang baru yang mengangkat rata-rata tarif AS ke level tertinggi dalam sejarah dapat meningkatkan risiko resesi AS. Implikasinya juga dapat dirasakan secara global dengan potensi dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan. Para analis juga mempertimbangkan bahwa reaksi negatif terhadap kebijakan tarif baru ini bisa memicu penurunan pertumbuhan global menjadi sekitar 2%.
Tom Kenny, seorang ekonom senior di ANZ, juga memprediksi bahwa tarif timbal balik yang diberlakukan Amerika akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi. Tarif yang diumumkan oleh Trump diperkirakan akan membuat tarif efektif di AS untuk impor barang dagangan meningkat hingga mencapai level tertinggi sejak awal abad ke-20. Hal ini membuat pasar keuangan merespons dengan menurunkan imbal hasil obligasi yang diindeks inflasi dan menjual saham, menunjukkan ketidakpastian pasar terhadap omong kosong ini dan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi.