Generasi muda China saat ini mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang studi mereka. Laporan terbaru menunjukkan bahwa banyak lulusan yang ditemui di bursa kerja di Beijing mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan yang relevan dengan jurusan kuliah mereka. Seorang pencari kerja berusia 22 tahun, Hu Die, yang lulus dari Harbin University of Science and Technology dengan gelar desain, mengungkapkan bahwa peluang kerja sangat minim dan akhirnya membuatnya menyerah. Hal yang sama dialami oleh Li Mengqi, yang lulus dari Institut Teknologi Shanghai dalam bidang teknik kimia dan sudah delapan bulan menganggur setelah lulus kuliah.
Pasar tenaga kerja di China mengalami krisis yang mengakibatkan banyak lulusan muda sulit menemukan pekerjaan sesuai dengan keahlian mereka. Meskipun lulusan dari sekolah-sekolah terkemuka banyak dicari, tingginya persaingan di pasar kerja menjadi hambatan dalam mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Fenomena “anak dengan ekor busuk” muncul sebagai gambaran dari lulusan muda yang terpaksa bekerja dengan gaji rendah dan bergantung pada orang tua karena kesulitan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan pendidikan mereka.
Pergeseran sikap generasi muda China juga terlihat dalam keengganan mereka menerima pekerjaan berkualitas rendah atau tidak stabil. Para lulusan lebih memilih untuk tidak terlibat dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Pergeseran budaya ini juga memunculkan istilah “merunduk” yang menggambarkan ketika generasi muda memilih mundur dari persaingan kerja yang ketat. Tantangan besar ini juga berdampak psikologis, terutama bagi lulusan yang mengalami pengangguran dalam jangka waktu yang lama.
Pemerintah China menyadari urgensi dalam mengatasi tantangan lapangan pekerjaan di negara tersebut, terutama dengan jumlah lulusan universitas yang terus meningkat setiap tahun. Tindakan konkret diperlukan untuk menyeimbangkan antara pendidikan yang diterima dengan kesempatan kerja yang tersedia bagi generasi muda China.