Venezuela mengalami krisis ekonomi yang memburuk akibat sanksi ekonomi terbaru dari Amerika Serikat dan minimnya kapasitas pemerintah untuk merespons situasi tersebut. Presiden Nicolas Maduro telah mengeluarkan keadaan darurat ekonomi sebagai langkah responsif terhadap kemerosotan ekonomi yang semakin parah. Langkah-langkah darurat yang diambil termasuk penghapusan sementara pajak dan mendorong substitusi impor untuk mendukung ekonomi negara.
Meskipun sempat menunjukkan tanda-tanda kebangkitan ekonomi setelah pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Venezuela hanya terpusat di ibu kota Caracas. Wilayah lain seperti Maracaibo masih tertinggal dengan banyak toko yang tutup. Perbedaan nilai tukar resmi dan pasar gelap membuat harga barang melambung, dan inflasi diperkirakan mencapai 180-200%.
Kondisi ini berdampak pada daya beli masyarakat yang terus menurun karena gaji tidak sebanding dengan inflasi. Meskipun pemerintah memberikan gaji minimum sebesar US$1,65 per bulan, banyak perusahaan tidak membuka lowongan pekerjaan. Migrasi keluar untuk menyelamatkan ekonomi juga menjadi pilihan warga Venezuela, meskipun terdapat pengetatan kebijakan imigrasi yang membuat banyak orang menunda niat tersebut.
Seiring dengan memburuknya situasi ekonomi, harapan warga Venezuela memudar dan migrasi keluar negara pun mandek. Pengetatan kebijakan imigrasi oleh Amerika Serikat telah membuat banyak orang menahan diri dari rencana migrasi. Semua ini menunjukkan bahwa Venezuela kembali terperangkap dalam krisis ekonomi yang memerlukan solusi yang tepat untuk menyelamatkan kondisi ekonomi negara tersebut.