Perusahaan otomotif asal Jepang Nissan berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10.000 karyawan di seluruh dunia sebagai respons terhadap kerugian yang semakin memburuk. Media Jepang melaporkan informasi ini sehari sebelum Nissan diharapkan mengumumkan kerugian tahunan terbesar dalam sejarahnya, diperkirakan mencapai sekitar US$5 miliar atau sekitar Rp82,5 triliun. Pengumuman dari Nissan ini akan menjadi tambahan dari pengumuman sebelumnya pada November lalu, di mana perusahaan telah menyatakan rencananya untuk melakukan pemangkasan 9.000 posisi. Total pemangkasan tenaga kerja ini akan mencapai 15% dari total pegawai Nissan.
Meskipun pihak Nissan menolak untuk memberikan komentar terkait laporan ini, media bisnis Nikkei juga turut melaporkan hal yang sama. Nissan saat ini sedang dalam proses restrukturisasi besar-besaran dan terbebani oleh utang besar. Persaingan sengit dengan produsen mobil listrik lokal di Tiongkok serta beban tarif impor dari Amerika Serikat juga menjadi faktor yang memberikan tekanan tambahan pada kinerja keuangan Nissan. Usaha merger dengan Honda sebagai jalan keluar telah terhenti setelah Honda menyarankan agar Nissan menjadi anak perusahaan, bukan merujuk pada merger setara.
Peringatan kerugian bersih yang telah dikeluarkan oleh Nissan untuk tahun fiskal 2024-2025 telah mencapai angka antara 700 hingga 750 miliar yen. Hal ini akan menjadi rekor kerugian baru bagi Nissan, melampaui rekor sebelumnya pada tahun fiskal 1999-2000. Jalan pemulihan Nissan dari krisis ini semakin rumit setelah penangkapan mantan bosnya Carlos Ghosn, di mana saham perusahaan telah merosot hampir 40% dalam setahun terakhir. Dampak negatif dari berbagai faktor seperti lemahnya profitabilitas, portofolio model kendaraan yang dinilai telah usang, serta kebijakan tarif impor AS telah membuat Nissan berupaya mencari solusi eksternal guna membantunya keluar dari krisis.