Carlos Tavares tidak dipecat setelah berselisih dengan orang-orang di Stellantis, tetapi ia memilih untuk mengundurkan diri dengan persyaratannya sendiri setelah melakukan percakapan dengan ketua John Elkann. Sebagai mantan pimpinan konglomerat otomotif, Tavares mengakui bahwa ia bisa melakukan banyak hal dengan cara yang berbeda. Namun, penyesalan terbesarnya adalah gagal mendapatkan dukungan dari para dealer di Amerika Serikat untuk agendanya yang fokus pada pemangkasan biaya.
Setelah enam bulan mencari, Stellantis menunjuk CEO baru, yaitu mantan pimpinan Jeep, Antonio Filosa, yang akan mulai menjabat pada tanggal 23 Juni. Tavares mendeskripsikan Filosa sebagai pilihan yang logis dan kredibel, namun menyadari tantangan yang dihadapi, terutama di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh perang tarif. Pengelolaan portofolio merek yang luas, termasuk merek-merek yang berkinerja buruk, juga menjadi tugas penting yang diwariskan kepada Filosa.
Meskipun diberitakan adanya rumor tentang penjualan Maserati, namun rumor tersebut telah dijelaskan. Peluncuran kembali merek Lancia berlangsung lambat, sementara merek lain seperti DS Automobiles dan Abarth juga tidak berkembang. Di Amerika Serikat, penting untuk menghidupkan kembali merek Chrysler dan memperbaiki hubungan dengan dealer yang tegang. Kepindahan Tavares juga membawa harapan adanya peningkatan penjualan model V-8 di Amerika.
Transisi kepemimpinan terjadi saat industri otomotif sedang berada dalam kondisi “mode bertahan hidup”. Tavares sendiri telah memperingatkan bahwa produsen mobil hanya bisa bertahan jika mereka mampu mencapai keseimbangan biaya antara mobil listrik dan bensin. Dengan mengundurkan diri selama periode pergolakan, Tavares memberikan kesempatan kepada Filosa untuk membimbing Stellantis kembali ke jalurnya. CEO baru ini akan dihadapkan pada tantangan yang signifikan dalam menghadapi tekanan tarif, persaingan ketat, dan tuntutan regulasi yang semakin ketat di Eropa untuk mempercepat proses elektrifikasi.