Di tengah konflik berdarah antara militer Israel dan Hamas yang menelan banyak korban jiwa, terjadi kejelasan bahwa Hamas bersedia untuk memulai pembicaraan terkait proposal gencatan senjata terbaru yang didukung oleh Amerika Serikat. Langkah ini muncul menjelang kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Washington untuk bertemu Presiden Donald Trump.
Hamas menyatakan kesiapannya untuk terlibat dalam negosiasi dengan serius setelah berkonsultasi dengan faksi Palestina lainnya. Langkah ini memungkinkan upaya diplomatik untuk dimulai kembali setelah 21 bulan konflik di Jalur Gaza. Kelompok Jihad Islam juga mendukung perundingan ini dengan menekankan pentingnya jaminan bahwa Israel tidak akan melanjutkan agresinya setelah sandera dibebaskan.
Konflik di Gaza dimulai dari serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023. Israel merespons dengan operasi besar-besaran untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan sandera. Hingga saat ini, angka korban jiwa dari serangan ini terus meningkat, dan kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Di tengah tekanan politik di dalam negeri, Netanyahu menegaskan komitmennya untuk memulangkan seluruh sandera.
Proposal gencatan senjata 60 hari yang saat ini sedang dalam negosiasi mencakup pembebasan sejumlah sandera dan tahanan sebagai langkah awal. Namun, situasi di lapangan masih tegang dengan serangan dari kedua belah pihak. Jalur Gaza menghadapi krisis kemanusiaan yang parah, dengan pasokan makanan dan layanan kesehatan yang terhambat.
Dua gencatan senjata sebelumnya hanya berlangsung sementara, namun kali ini terjadi tekanan internasional agar kesepakatan jangka panjang dapat segera dicapai. Semua pihak berharap ada solusi damai yang dapat mengakhiri konflik berkepanjangan di Jalur Gaza.