Telur pitan, atau yang dikenal juga dengan telur seribu tahun, merupakan telur yang disimpan dalam waktu yang cukup lama, bahkan berbulan-bulan. Asalnya berasal dari China, telur pitan sengaja diawetkan untuk dikonsumsi saat paceklik atau bencana, serta sebagai bekal perjalanan. Telur pitan sudah ada sejak zaman Dinasti Ming sekitar 500-600 tahun yang lalu, namun popularitasnya mulai mencuat sejak tahun 1640.
Proses pembuatan telur pitan melibatkan telur ayam, bebek, atau puyuh. Telur tersebut dibungkus dalam campuran pasta yang terbuat dari tanah liat, abu kayu, garam laut, kapur, dan sekam padi. Setelah dibungkus dengan rata dan agak tebal, telur ini disimpan dalam gentong atau keranjang selama berbulan-bulan hingga tahunan. Selama masa penyimpanan, terjadi perubahan kimiawi pada telur akibat material alkalin dalam campuran bahan yang digunakan. Hal ini mengakibatkan perubahan warna menjadi gelap dan tekstur yang lebih kenyal.
Meskipun memiliki rasa yang kuat dan aroma yang menyengat, telur pitan memiliki manfaat kesehatan yang signifikan. Telur berwarna hitam ini dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan fungsi hati, meningkatkan kualitas penglihatan, mengandung vitamin D, serta mengandung seleniun sebagai antioksidan.
Banyak yang berpendapat bahwa telur pitan adalah asal muasal telur asin. Telur asin dibuat dengan cara yang mirip dengan telur pitan, dengan tambahan perbedaan bahwa telur asin disimpan minimal dua minggu hingga 3-4 minggu untuk mencapai tingkat keasinan yang diinginkan. Di Indonesia, pembuatan telur asin juga diajarkan oleh perantau dari China, yang kemudian menjadi lauk istimewa dalam kehidupan sehari-hari.





