Mayor Elias Daan Mogot – prabowo2024.net

by -82 Views
Mayor Elias Daan Mogot – prabowo2024.net

Pada bagian ini saya ingin berbagi cerita tentang kedua paman saya, sebelum saya bercerita tentang teman seperjuangannya. Jadi saat saya kecil, kakek saya Margono Djojohadikusumo sering bercerita tentang kedua putranya, kedua paman saya Subianto dan Sujono.

Setelah kemerdekaan, Subianto dan Sujono bergabung dengan tentara. Salah satunya langsung menjadi perwira. Subianto lulus dari Fakultas Kedokteran dan mungkin karena latar belakang kedokteran, ia langsung menjadi perwira. Sementara Sujono masuk Akademi Militer Tangerang.

Di rumah kakek saya di Jalan Taman Matraman No. 10, sekarang bernama Jalan Taman Amir Hamzah, di Jakarta, terdapat ruangan khusus untuk Subianto dan Sujono. Kamar kedua paman saya tersebut masih dipertahankan dengan ransel, helm, dan sepatu mereka. Setiap kali saya datang ke sana, kakek sudah menyiapkan tenda milik Subianto untuk saya mainkan. Saya diajak ke kamarnya, dan ditunjukkan ransel, sepatu, helm, serta tempat tidurnya.

Kedua paman saya gugur dalam pertempuran melawan tentara Jepang di Lengkong, Tangerang Selatan pada tahun 1946. Mereka gugur bersama rekan seperjuangan mereka, Daan Mogot, seorang Mayor yang mendirikan Akademi Militer Tangerang pada usia 17 tahun.

Daan Mogot adalah seorang perwira Tentara Republik Indonesia (TRI) yang sangat cemerlang kariernya. Ia menjadi Mayor pada usia 16 tahun setelah mengikuti pendidikan Pembela Tanah Air (PETA) pada usia 14 tahun.

Daan Mogot lahir di Manado pada tahun 1928 dan bergabung dengan pasukan PETA pada masa pendudukan Jepang. Ia dikenal pandai dan berprestasi selama pendidikan militer, sehingga ia dipromosikan menjadi pembantu instruktur PETA di Bali. Setelah dilantik menjadi perwira PETA, Daan Mogot bersama beberapa perwira PETA lainnya mendirikan sekolah untuk melatih para calon anggota PETA di Bali.

Setelah proklamasi kemerdekaan RI, Daan Mogot bergabung dengan Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan mendapat pangkat Mayor pada usia 16 tahun. Berbekal pengalamannya sebagai pelatih PETA di Bali, Daan Mogot bersama rekan-rekan sesama perwira menggagas pendirian akademi militer. Gagasannya ditanggapi serius oleh Markas Besar Tentara (MBT) di Jakarta dan pada November 1945 berdirilah Militaire Academie Tangerang (MAT).

Pada akhir Januari 1946, pasukan Belanda dan KNIL menduduki Parung dengan tujuan merebut depot senjata tentara Jepang di Lengkong. Tanggal 25 Januari 1946, pasukan di bawah pimpinan Daan Mogot berangkat dengan 70 kadet MA Tangerang dan 8 tentara gurkha. Misi operasi ini guna mencegah senjata tentara Jepang yang sudah menyerah agar tidak jatuh ke tangan tentara Belanda.

Pada pertempuran itu, Mayor Daan Mogot bersama beberapa tentara memasuki kantor Kapten Abe guna menjelaskan maksud kedatangannya. Di luar, para taruna di bawah pimpinan Lettu Subianto dan Lettu Soetopo langsung melucuti tentara Jepang tanpa menunggu hasil perundingan. Namun, pertempuran tidak seimbang dan berakhir ketika hari mulai gelap. Dalam peristiwa tersebut, Mayor Daan Mogot, Letnan Satu Subianto Djojohadikusumo, Kadet Sujono Djojohadikusumo, dan dua perwira dari Polisi Tentara serta 33 prajurit tewas. Dua orang paman saya, Subianto berusia 21 tahun, sedangkan Sujono berusia 16 tahun. Peristiwa ini kini dikenal sebagai Pertempuran Lengkong.

Source link