Perjalanan Sejarah Yahudi Menuju Palestina (Bagian 5) – Waspada Online

by -134 Views
Perjalanan Sejarah Yahudi Menuju Palestina (Bagian 5) – Waspada Online

Liberalisme dan Pengaruhnya dalam Mengganggu Perdamaian

Oleh:
H. Mohammad Said (Alm)

1. Liberalisme sebagai Pintu Kemerdekaan bagi Yahudi
Perkembangan sosial politik pada abad ke-18 di Eropa secara perlahan mulai membawa pemikiran bahwa semua manusia memiliki hak yang sama tanpa memandang latar belakang kelahiran. Feodalisme selama ini menjadi penghalang bagi hak-hak tersebut.

Pemikiran ini membawa angin segar bagi orang-orang Yahudi yang sejak lama diasingkan, terutama saat dimulainya Revolusi Perancis yang memperjuangkan Libertẻ, Equalitẻ, Fraternitẻ. Peristiwa penghukuman Ratu Perancis Marie Antoinette oleh “pengadil rakyat” pada 16 Oktober 1793 adalah contoh mencolok. Dua tahun sebelumnya, pada bulan September 1791, Majelis Nasional Perancis memutuskan bahwa semua warga negara, termasuk Yahudi, memiliki hak yang sama.

Perubahan semakin terlihat jelas. Tokoh seperti Voltaire, seorang filsuf dan sejarawan Perancis, yang pada awalnya anti-Yahudi, berhasil mempengaruhi pikiran masyarakat Perancis dengan tulisannya dan menjadikan Revolusi Perancis semakin mantap. Tokoh-tokoh seperti Montesquieu, Rousseau, Mirabeau, dan lainnya turut menyesuaikan pemikiran mereka untuk memperkuat liberalisme. Pada tahun 1781, seorang Yahudi bernama Moses Mendelsshon menulis buku berjudul “On the Civil Improvement of the Jews”, yang langsung berdampak di Amerika. Pada tahun 1776, Amerika memproklamirkan kemerdekaannya dari Inggris, dan pada konstitusi tahun 1789, tertulis bahwa Yahudi memiliki hak dan hak istimewa yang sama dengan warga negara lainnya.

Dengan diberlakukannya kesetaraan hak bagi semua warga (termasuk Yahudi), pintu pun terbuka bagi Yahudi untuk menjadi warga negara yang setara, bukan lagi menjadi kelompok yang diusir (diaspora) atau diisolasi (ghetto). Mereka memiliki hak atas perlindungan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Hal ini memberikan peluang bagi Yahudi untuk memperbaiki nasib mereka secara terbuka. Contohnya pada masa revolusi di dunia Barat, pihak-pihak yang membutuhkan dukungan mulai mengarahkan perhatian mereka pada orang Yahudi. Misalnya pada tahun 1799 ketika Napoleon Bonaparte mendorong masyarakat Yahudi untuk mengembalikan Yerusalem, hal ini tidak terjadi tanpa alasan.

Anjuran Napoleon ini memicu pemikiran bagi orang Yahudi untuk kembali ke Palestina, namun rencana ini terbentur karena Napoleon juga gagal merebut negara tersebut, dan pada saat itu Turki belum dianggap sebagai “orang sakit di Eropa”.

Di Amerika, posisi Yahudi sudah cukup baik sejak awal. Kota New York menjadi pusat investasi modal bagi mereka, dan semakin banyak orang Yahudi yang menjadi kaya dan berperan penting. Pada tahun 1850, populasi Yahudi di Amerika sekitar 250.000 jiwa. Imigrasi terus meningkatkan jumlah mereka, dengan jumlah mencapai lebih dari 2 juta pada tahun 1880, dan kemudian mencapai 5 juta. New York dapat dikatakan sebagai kota Yahudi.

Pada tahun 1830, Belgia memberikan hak yang sama kepada Yahudi. Sementara Austria dan Hongaria memberikan kebebasan politik kepada mereka. Denmark pada tahun 1849 mengakui agama Yahudi, diikuti oleh Norwegia pada tahun 1852. Di Inggris, sejak tahun 1833, Yahudi sudah diperbolehkan menjadi pegawai negeri. Seorang Yahudi kaya bernama Baron de Rothschild bahkan duduk di dewan Bangsawan (House of Lords), dan pada tahun 1890, orang Yahudi diizinkan mengemban berbagai fungsi kecuali tahta Raja Inggris.

Keterbukaan Inggris terhadap Yahudi ini kemudian mempengaruhi sikapnya dalam membantu kebangkitan Yahudi untuk kembali ke Palestina. Orang Yahudi juga berhasil mencapai kesuksesan dalam bidang ilmu seperti mendapatkan hadiah Nobel dalam bidang sains, serta berperan dalam politik seperti Disraeli, dan dalam musik seperti Mendelssohn, dan lainnya.

Di Rusia, sentimen anti-Yahudi meningkat, terutama mulai dari masa kekuasaan Caterine the Great hingga masa Nicolas II pada tahun 1918. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa orang Yahudi di Rusia terdiri dari kelompok ekonomi yang kuat yang dituduh mengeksploitasi rakyat kecil, terutama petani dan kelompok ekonomi lemah. Pada awal abad ke-20, saat Raja Nicolas II berkuasa, terjadi penindasan terhadap Yahudi yang didukung oleh raja sendiri.

Namun, saat pecahnya Perang Dunia I dan kekalahan Rusia, terjadi revolusi yang membawa pemerintahan liberal di bawah pimpinan Pangeran Lvov pada April 1917, dan mulai saat itu, Yahudi mulai menikmati kebebasannya. Mungkin juga peran finansial Yahudi turut mempermudah terciptanya kebebasan tersebut.

Selanjutnya, Rusia dikuasai oleh kelompok Bolshevik (komunis), namun hal ini tidak mengubah kebebasan gerak Yahudi. Mungkin juga pengaruh ide Karl Marx, seorang Yahudi Jerman yang tinggal di Inggris, sebagai pengarang “Das Kapital” yang membawa materialisme anti-Tuhan, mempengaruhi pemikiran komunis. Dengan hadirnya Marx, seorang Yahudi, mungkin menjadi alasan Lenin mengembangkan paham komunisme yang menentang ke-Tuhanan. (**)

Penulis adalah Tokoh Pers Nasional dan Pendiri Harian Waspada

BACA JUGA

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 1)

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 2)

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 3)

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 4)

SEMS NAKOMELINGEN
(GeBIBBELWERKnesis X : 21 – 31)
Naar de kaart van HENRY LANCE in BUNSENS