Pulau kecil Nauru, terletak di Samudra Pasifik, pernah menjadi salah satu negara terkaya di dunia sebelum mengalami kebangkrutan akibat kelakuan polisi. Ekonomi Nauru sangat tergantung pada penambangan fosfat, yang merambah pulau tersebut sejak awal tahun 1900-an. Setelah memperoleh kemerdekaan pada tahun 1968, Nauru mengambil alih tambang fosfat dan mengalami ledakan ekonomi.
Namun, kekayaan tersebut tidak merata di masyarakat, seperti yang terlihat dari pembelian mewah oleh polisi, termasuk mobil Lamborghini yang tidak muat untuk dikemudikan di pulau dengan satu jalan beraspal. Meskipun demikian, kekayaan fosfat membawa perkembangan signifikan di Nauru, di mana pemerintah menyediakan layanan publik penting secara gratis, termasuk perawatan medis, pendidikan, dan transportasi.
Namun, setelah sumber daya fosfat mulai menipis, kekayaan negara tersebut juga mengalami penurunan. Nauru kemudian beralih menjadi surga pajak yang menjual lisensi perbankan dan paspor yang menarik uang ilegal, seperti mafia Rusia, yang mengalir dalam jumlah besar ke pulau tersebut. Akibatnya, Nauru dianggap sebagai negara pencuci uang pada tahun 2002 oleh Departemen Keuangan AS.
Selain masalah ekonomi, Nauru juga menghadapi masalah kesehatan yang signifikan, termasuk tingkat obesitas dan merokok yang tinggi di negara. Pendiduduk Nauru cenderung terbatas aksesnya terhadap makanan bergizi dan memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi produk-produk yang kurang sehat.
Dengan populasi sekitar 12.000 jiwa, Nauru masih berjuang dengan tantangan ekonomi, kesehatan, dan keuangan setelah masa keemasannya sebagai negara terkaya.