Elon Musk mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 27 November 2023. Ia mengunjungi kibbutz, area yang menjadi sasaran serangan Hamas, pada 7 Oktober dan menyatakan dukungannya terhadap perang Israel melawan Hamas di Jalur Gaza.
Kunjungan tersebut terjadi di tengah kontroversi yang dibuatnya baru-baru ini. Dia telah memicu kemarahan dengan menyebut postingan media sosial yang dianggap mendukung anti-semitisme, di mana ia menegaskan teori konspirasi soal orang-orang kulit putih di Barat telah digantikan oleh immigran di Selatan dengan bantuan Yahudi.
Mengutip Al-Jazeera, setelah mengunjungi kibbutz bersama Netanyahu, Musk mengatakan dalam percakapan bahwa “sangat mengejutkan melihat lokasi pembantaian” di sana. Ia bahkan berujar Israel “tidak punya pilihan” selain melenyapkan Hamas.
Kunjungan ini dilakukan pada hari keempat gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang kini diperpanjang. Di mana Israel melepaskan tahanan Palestinanya dengan imbalan pembebasan sandera oleh Hamas.
Musk juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog. Dikatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pertemuan tersebut akan menggarisbawahi “perlunya bertindak untuk memerangi meningkatnya antisemitisme online”.
Hal sama juga diberitakan Russia Today (RT). “Israel tidak punya pilihan selain menghancurkan Hamas,” tulis media itu mengutip Musk.
Ia mengutarakan itu, saat Netanyahu menjelaskan soal yang dilakukan pemerintah Israel dan menggambarkan Hamas sebagai “kultus kematian” yang bersembunyi di balik warga sipil di Gaza. Musk, tulis media itu, setuju dengan sebagian besar argumen Netanyahu.
“Jika Anda menginginkan keamanan, perdamaian, dan kehidupan yang lebih baik bagi warga Gaza, maka Anda perlu menghancurkan Hamas. Pertama-tama Anda harus menyingkirkan rezim beracun seperti yang dilakukan di Jerman dan Jepang,” kata Netanyahu.
“Tidak ada pilihan lain,” jawab Musk.
“Anda perlu menerapkan ketegasan dan memberantas teroris dan mereka yang berniat membunuh, dan pada saat yang sama membantu mereka yang masih tersisa, seperti yang terjadi di Jerman dan Jepang,” tambahnya dimuat laman yang sama.