Kelompok Houthi Yaman telah menyerang kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel di Laut Merah sebagai bentuk solidaritas atas serangan Israel ke wilayah Gaza Palestina dalam melawan milisi Hamas. Serangan ini telah memaksa perusahaan-perusahaan pelayaran besar untuk mengubah rute pelayaran mereka.
Minimal 12 perusahaan pelayaran, termasuk perusahaan pelayaran raksasa seperti Mediterranean Shipping Company (MSC), CMA CGM, dan AP Moller-Maersk, telah menangguhkan transit Laut Merah dan Terusan Suez karena alasan keamanan. Bahkan, raksasa minyak Inggris, BP, telah mengumumkan akan menghindari perairan tersebut.
Sejauh ini, kargo senilai lebih dari US$ 30 miliar (sekitar Rp 463 triliun) telah dialihkan dari Laut Merah oleh para pengirim barang. Resiko semakin meningkat setelah Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan koalisi untuk melindungi perdagangan di Laut Merah dari serangan Houthi.
Data menunjukkan bahwa 57 kapal kontainer berlayar jauh dari jalur Laut Merah dan Terusan Suez untuk menghindari risiko. Menurut beberapa pihak terkait, permintaan akan tetap sama sehingga masih ada kapasitas armada yang tersedia untuk mengangkut barang tepat waktu.
Namun, CEO AP Moller-Maersk memperkirakan akan terjadi penundaan selama dua hingga empat minggu, terutama di Eropa. Dampak dari krisis ini juga dirasakan pada inflasi, di mana harga gas dan minyak melonjak akibat gangguan pada perdagangan global.