Pemerintah telah memberikan sinyal untuk melakukan penyesuaian tingkat bunga pinjaman bagi para eksportir guna menghindari gangguan kas akibat kebijakan baru devisa hasil ekspor (DHE) yang mengharuskan 100% dana tersebut disimpan di sistem keuangan domestik selama setahun. Untuk menanggapi hal ini, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, telah melakukan berbagai simulasi dengan kalangan perbankan untuk menyesuaikan bunga kredit atau pinjaman ekspor. Meskipun demikian, keputusan final masih dalam pembahasan dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam upaya mendukung kebijakan DHE yang baru, pemerintah terus mengkaji insentif-insentif yang dapat membantu para eksportir dalam menjalankan kewajiban 100% DHE selama setahun. Namun, ada kekhawatiran dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait potensi pengaruh negatif kebijakan ini terhadap beban biaya operasional perusahaan ekspor, terutama terkait bunga kredit untuk modal kerja yang dinilai cukup tinggi saat ini.
Apindo juga menyoroti potensi efek domino dari kebijakan penahanan DHE selama 12 bulan yang dapat berdampak pada sektor usaha lainnya. Implementasi kebijakan ini diyakini dapat memicu penurunan produksi dan daya saing produk olahan, serta berpotensi menimbulkan masalah pada sektor-sektor tertentu seperti perikanan, pertambangan, perkebunan, dan industri kakao di dalam negeri.
Untuk mengatasi berbagai dampak negatif yang mungkin timbul akibat kebijakan DHE baru, Apindo mendorong pemerintah untuk menyiapkan skema suku bunga pinjaman bank yang sejalan dengan insentif DHE SDA yang disimpan di bank domestik. Dengan langkah ini diharapkan beban biaya modal kerja dapat ditekan dan efek domino dari kebijakan tersebut dapat diminimalisir.