Pemerintah Indonesia menghadapi potensi pelebaran defisit APBN menjadi Rp 662 triliun (2,78% dari PDB) dari target sebelumnya Rp 616,2 triliun (2,53% dari PDB). Meskipun telah dilakukan efisiensi anggaran sejak Inpres Nomor 1 Tahun 2025, tekanan defisit masih meningkat. Hal ini disebabkan oleh penurunan pendapatan negara dari penerimaan pajak dan negara bukan pajak.
Realisasi pendapatan negara diperkirakan hanya mencapai Rp 2.865,5 triliun dari target Rp 3.005,1 triliun, karena kenaikan tarif PPN 12% tidak berlaku luas dan dividen BUMN tidak masuk ke APBN sebagai PNBP. Faktor-faktor ini menyebabkan defisit semakin membesar, dengan penerimaan negara berkurang Rp 150 triliun.
Di sisi belanja negara, Presiden Prabowo Subianto memprioritaskan berbagai program yang memerlukan penyesuaian anggaran, meskipun target belanja negara turun sedikit. Untuk mengantisipasi pelebaran defisit, pemerintah terpaksa membuka blokir anggaran efisiensi untuk menjaga belanja negara tetap terkendali.
Pemerintah juga berencana menggunakan sisa SAL 2024 sebesar Rp 457,5 triliun untuk membiayai anggaran tanpa harus mengambil utang baru. Diharapkan dengan langkah-langkah ini, tekanan defisit APBN bisa diredam hingga akhir tahun tanpa harus mengandalkan utang baru. Canangkan pengurangan defisit APBN memang menjadi tantangan, namun dengan upaya yang dilakukan pemerintah, diharapkan situasi ini bisa teratasi dengan baik.